FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FASE
BIOFARMASETIKA ( dilihat dari tempat pemberian )
Biofarmasetika adalah
ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia formulasi obat terhadap
bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan jumlah obat
aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Biofarmasetika bertujuan untuk mengatur
pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan
yang optimal pada kondisi klinik tertentu.
Absorpsi sistemik suatu obat dari
tempat ekstravaskular dipengaruhi
oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorpsi serta sifat-sifat
fisikokimia produk obat. Biofarmasetika berusaha mengendalikan
variabel-variabel tersebut melalui rancangan suatu produk obat dengan tujuan
terapetik tertentu. Dengan memilih secara teliti rute pemberian obat dan
rancangan secara tepat produk obat, maka bioavailabilitas obat aktif dapat
diubah dari absorpsi yang sangat cepat dan lengkap menjadi lambat, kecepatan
absorpsi yang diperlambat atau bahkan sampai tidak terjadi absorpsi sama
sekali.
Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui
suatu rangkaian proses. Proses tersebut meliputi (1) disintegrasi produk obat
yang diikuti pelepasan obat; (2) pelarutan obat; (3) absorpsi melewati membran
sel menuju sirkulasi sistemik. Di dalam proses disintegrasi obat, pelarutan dan
absorpsi, kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi ditentukan oleh tahapan yang
paling lambat dalam rangkaian tersebut.
Tahap yang paling lambat di dalam
suatu rangkaian proses kinetik disebut tahap penentu kecepatan (rate limiting step). Untuk obat-obat
yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan serigkali merupakan
tahap yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu
kecepatan terhadap bioavailablitas obat. Tetapi sebaliknya, untuk obat yang
mempunyai kelarutan besar dalam air, laju pelarutannya cepat sedangkan laju
lintas atau tembus obat lewat membran merupakan tahap paling lambat atau merupakan
tahap penentu kecepatan.
Fase biofarmasetik melibatkan seluruh
unsur-unsur yang terkait mulai saat pemberian obat hingga terjadinya penyerapan
zat aktif. Kerumitan peristiwa tersebut tergantung pada cara pemberian dan
bentuk sediaan, yang secara keseluruhan berperan pada proses predisposisi zat aktif dalam
tubuh. Seperti diketahui fase farmakodinamik dan farmakokinetik mempunyai sifat
individual spesifik dalam interaksi tubuh dan zat aktif. Hal tersebut
selanjutnya mempengaruhi intensitas farmakologik dan kinetik zat aktif suatu
obat di dalam tubuh. Dengan demikian fase biofarmasetik merupakan salah satu kunci
penting untuk memperbaiki aktivitas terapetik.
Fase bioarmasetik dapat diuraikan dalam
tiga tahap utama, yaitu L.D.A yang berarti Liberasi (pelepasan), Disolusi
(Pelarutan), dan Absorpsi (penyerapan).
1.
Disintegrasi
Sebelum absorpsi terjadi, suatu produk obat padat harus
mengalami disintegrasi ke dalam partikel-partikel kecil dan melepaskan obat.
2.
Liberasi (pelepasan)
Suatu
obat mulanya merupakan zat aktif yang jika mencapai tempat penyerapannya akan
segera diserap. Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya cukup rumit dan
tergantung pada jalur pemberian dan bentuk sediaan, serta dapat terjadi secara
cepat dan lengkap. Pelepasan zat aktif di pengaruhi oleh keadaan lingkungan
biologis mekanis pada tempat pemasukan obat, misalnya gerakan peristaltic usus,
hal ini penting untuk bentuk sediaan yang keras atau yang kenyal.
3. Disolusi
Setelah
terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka tahap kedua adalah pelarutan zat
aktif yang terjadi secara progresif, yaitu pembentukan dispersi molekuler dalam
air. Tahap ketiga ini merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan.
Tahap ini juga ditetapkan pada obat-obatan yang dibuat dalam bentuk larutan zat
aktif dalam minyak tetapi yang terjadi disini adalah proses ekstraksi
(penyarian). Dengan demikian pemberian sediaan larutan tidak selalu dapat mengakibatkan
penyerapan segera. Laju pelarutan adalah jumlah obat yang terlarut per
satuan luas per waktu (misal g/cm2.menit). Laju pelarutan
juga dipengaruhi pula oleh sifat fisikokimia obat, formulasi, pelarut, suhu
media dan kecepatan pengadukan.
a.
Sifat Fisikokimia Obat
Sifat fisika
dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang besar pada
kinetika pelarutan. Sifat-sifat ini terdiri atas: luas permukaan, bentuk
geometrik partikel, derajat kelarutan obat dalam air, dan bentuk obat yang
polimorf.
b.
Faktor Formulasi Yang Mempengaruhi Uji
Pelarutan Obat
Berbagai bahan
tambahan dalam produk obat juga mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan
mengubah media tempat obat melarut atau bereaksi dengan obat itu sendiri.
Misalnya, magnesium stearat (bahan pelincir tablet) dapat menolak air, dan bila
digunakan dalam jumlah besar dapat menurunkan pelarutan. Natrium bikarbonat
dapat mengubah pH media. Untuk obat asam seperti aspirin dengan media alkali
akan menyebabkan obat tersebut melarut cepat. Serta, bahan tambahan yang
berinteraksi dengan obat dapat membentuk kompleks yang larut atau tidak larut
dalam air, contoh tetrasiklina dan kalsium karbonat membentuk kalsium
tetrasiklina yang tidak larut air.
4. Absorpsi
Tahap ini
merupakan tahap dari biofarmasetik dan awakl farmakokinetik jadi fase ini
merupakan masuknya zat aktif dalam tubuh yang yang aturannya di tenggarai oleh
pemahaman ketersediyaan hayati (bioavailibilitas). Penyerapan zat aktif
tergantung pada berbagai parameter terutama sifat fisiko-kimia molekul obat.
Dengan demikian proses penyerapan zat aktif terjadi apabila sebelumnya sudah
dibebaskan dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan biologi setempat. Tahap
pelepasanm dan pelarutan zat aktif merupakan tahap penentu pada proses
penyerapan zat aktif baik dalam hal jumlah yang diserap maupun jumlah
penyerapannya.
SIFAT FISIKA-KIMIA OBAT YANG
MEMPENGARUHI L.D.A
1. Faktor fisikokimia
a.
Faktor fisika
·
Ukuran
partikel :Penurunan ukuran partikel dapat mempengaruhi laju
absorbsi dan kelarutannya.
·
Bentuk
kristal dan amorf : Bentuk amorf tidak mempunyai struktur
tertentu, terdapat ketidakteraturan dalam tiga dimensinya. Secara umum, amorf
lebih mudah larut daripada bentuk kristalnya. Dan bentuk kristal
umumnya lebih sukar larut dari pada bentuk amorfnya.
·
Pengaruh
polimorfisme : Fenomena polimorfisme terjadi jika suatu
zat menghablur dalam berbagai bentuk Kristal yang berbeda, akibat suhu,
teakanan, dan kondisi penyimpanan.
·
Solvat dan
hidrat : Sewaktu pembentukan Kristal,
cairan-pelarut dapat membentuk ikatan stabil dengan obat, disebut solvat. Jika
pelarutnya adalah air, ikatan ini disebut hidrat. Bentuk hidrat memiliki
sifat-sifat yang berbeda dengan bentuk anhidrat, terutama kecepatan disolusi.
b.
Faktor kimia
Pengaruh pembentukan garam : untuk mengubah senyawa
asam dan basa yang sukar larut dalam air sehingga mempengaruhi laju kelarutannya. Pengaruh pembentukan
ester : menghambat atau memperpanjang aksi zat aktif
2. Faktor fisiologi
a.
Permukaan
penyerap
Lambung tidak mempunyai permukaan penyerap yang berarti
dibandingkan dengan usus halus. Namun mukosa lambung dapat menyerap obat yang
diberikan peroral dan tergantung pada keadaan, lama kontak menentukan
terjadinya penyerapan pasfi dari zat aktif lipofil dan bentuk tak terionkan
pada PH lambung yang asam.Penyerapan pasif dapat terjadi pada usus halus secara
kuat pada daerah tertentu tanpa mengabaikan peranan PH yang akan mengionisasi
zat aktif atau menyebabkan pengendapan sehingga penyerapan hanya terjadi pada
daerah tertentu.
Suatu alkaloida yang larut dan terionkan dalam cairan
lambung,
secara teori
kurang diserap. Bila PH menjadi netral atau alkali, bentuk basanya akan
mengendap pada PH 5,5. Bentuk basa tersebut kadang-kadang sangat tidak larut
untuk dapat diserap dalam jumlah yang cukup . Oleh sebab itu harus dirancang
suatu sediaan dengan pelepasan dan pelarutan zat aktif yang cepat.
b.
Umur
Saluran cerna
pada bayi yang baru lahir bersifat sangat permeabel dibandingkan bayi yang
berumur beberapa bulan . Pada bayi dan anak-anak, sebagian sistem enzimatik belum
berfungsi sempurna sehingga dapat terjadi dosis lebih pada zat aktif tertentu
yang disebabkan tidak sempurnyanya proses detiksifikasi metabolik, atau karena
penyerapan yang tidak sempurna dan karena gangguan saluran cerna.
c.
Sifat membran
biologik
Sifat membran biologik sel-sel penyerap pada mukosa
pencernaan akan mempengaruhi proses penyerapan. Sifat utama lipida memungkinkan
terjadinya difusi pasif zat aktif dengan sifat lipofil tertentu dari bentuk
yang terinkan di lambung dan terutama di usus besar.
3. Faktor Patologi
a. Faktor penghambat dan penurunan efek obat :
· Gangguan
penyerapan di saluran cerna, karena adanya perubahan transit getah lambung dan
keadaan mukosa usus.
· Penurunan
absorbsi parenteral karena penurunan laju aliran darah.
· Peningkatan
eliminasi zat aktif melalui ginjal , karena alkalosis atau asidosis.
b. Faktor penghambat dan peningkat efek obat
· Peningkatan
penyerapan karena terjadi kerusakan membranpada tempat kontak
· Insufisiensi
hati
· Insufisiensi
ginjal
· Gangguan pada
sistem endokrin berakibat pada penekanan laju reaksi biotransformasi
DAFTAR PUSTAKA
·
Ansel,
H. C. (1985). Introduction
to Pharmaceutical Dosage Forms. Fourth Edition.
New york: Lea & Febiger.
·
Shargel,
L. & Andrew B.C.YU. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan.
Airlangga University Press. Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar