Rabu, 23 Maret 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FASE BIOFARMASETIKA




FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FASE BIOFARMASETIKA ( dilihat dari tempat pemberian )

Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Biofarmasetika bertujuan untuk mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu.
 Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorpsi serta sifat-sifat fisikokimia produk obat. Biofarmasetika berusaha mengendalikan variabel-variabel tersebut melalui rancangan suatu produk obat dengan tujuan terapetik tertentu. Dengan memilih secara teliti rute pemberian obat dan rancangan secara tepat produk obat, maka bioavailabilitas obat aktif dapat diubah dari absorpsi yang sangat cepat dan lengkap menjadi lambat, kecepatan absorpsi yang diperlambat atau bahkan sampai tidak terjadi absorpsi sama sekali.
Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses. Proses tersebut meliputi (1) disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; (2) pelarutan obat; (3) absorpsi melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik. Di dalam proses disintegrasi obat, pelarutan dan absorpsi, kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi ditentukan oleh tahapan yang paling lambat dalam rangkaian tersebut.
            Tahap yang paling lambat di dalam suatu rangkaian proses kinetik disebut tahap penentu kecepatan (rate limiting step). Untuk obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan serigkali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailablitas obat. Tetapi sebaliknya, untuk obat yang mempunyai kelarutan besar dalam air, laju pelarutannya cepat sedangkan laju lintas atau tembus obat lewat membran merupakan tahap paling lambat atau merupakan tahap penentu kecepatan.
Fase biofarmasetik melibatkan seluruh unsur-unsur yang terkait mulai saat pemberian obat hingga terjadinya penyerapan zat aktif. Kerumitan peristiwa tersebut tergantung pada cara pemberian dan bentuk sediaan, yang secara keseluruhan berperan pada proses predisposisi zat aktif dalam tubuh. Seperti diketahui fase farmakodinamik dan farmakokinetik mempunyai sifat individual spesifik dalam interaksi tubuh dan zat aktif. Hal tersebut selanjutnya mempengaruhi intensitas farmakologik dan kinetik zat aktif suatu obat di dalam tubuh. Dengan demikian fase biofarmasetik merupakan salah satu kunci penting untuk memperbaiki aktivitas terapetik.
Fase bioarmasetik dapat diuraikan dalam tiga tahap utama, yaitu L.D.A yang berarti Liberasi (pelepasan), Disolusi (Pelarutan), dan Absorpsi (penyerapan).

1.      Disintegrasi
Sebelum absorpsi terjadi, suatu produk obat padat harus mengalami disintegrasi ke dalam partikel-partikel kecil dan melepaskan obat.
2.      Liberasi (pelepasan)
Suatu obat mulanya merupakan zat aktif yang jika mencapai tempat penyerapannya akan segera diserap. Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya cukup rumit dan tergantung pada jalur pemberian dan bentuk sediaan, serta dapat terjadi secara cepat dan lengkap. Pelepasan zat aktif di pengaruhi oleh keadaan lingkungan biologis mekanis pada tempat pemasukan obat, misalnya gerakan peristaltic usus, hal ini penting untuk bentuk sediaan yang keras atau yang kenyal.
3.      Disolusi
Setelah terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka tahap kedua adalah pelarutan zat aktif yang terjadi secara progresif, yaitu pembentukan dispersi molekuler dalam air. Tahap ketiga ini merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan. Tahap ini juga ditetapkan pada obat-obatan yang dibuat dalam bentuk larutan zat aktif dalam minyak tetapi yang terjadi disini adalah proses ekstraksi (penyarian). Dengan demikian pemberian sediaan larutan tidak selalu dapat mengakibatkan penyerapan segera. Laju pelarutan adalah jumlah obat yang terlarut per satuan luas per waktu (misal g/cm2.menit). Laju pelarutan juga dipengaruhi pula oleh sifat fisikokimia obat, formulasi, pelarut, suhu media dan kecepatan pengadukan.
a.       Sifat Fisikokimia Obat
Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang besar pada kinetika pelarutan. Sifat-sifat ini terdiri atas: luas permukaan, bentuk geometrik partikel, derajat kelarutan obat dalam air, dan bentuk obat yang polimorf.
b.      Faktor Formulasi Yang Mempengaruhi Uji Pelarutan Obat
Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut atau bereaksi dengan obat itu sendiri. Misalnya, magnesium stearat (bahan pelincir tablet) dapat menolak air, dan bila digunakan dalam jumlah besar dapat menurunkan pelarutan. Natrium bikarbonat dapat mengubah pH media. Untuk obat asam seperti aspirin dengan media alkali akan menyebabkan obat tersebut melarut cepat. Serta, bahan tambahan yang berinteraksi dengan obat dapat membentuk kompleks yang larut atau tidak larut dalam air, contoh tetrasiklina dan kalsium karbonat membentuk kalsium tetrasiklina yang tidak larut air.
4.       Absorpsi
Tahap ini merupakan tahap dari biofarmasetik dan awakl farmakokinetik jadi fase ini merupakan masuknya zat aktif dalam tubuh yang yang aturannya di tenggarai oleh pemahaman ketersediyaan hayati (bioavailibilitas). Penyerapan zat aktif tergantung pada berbagai parameter terutama sifat fisiko-kimia molekul obat. Dengan demikian proses penyerapan zat aktif terjadi apabila sebelumnya sudah dibebaskan dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan biologi setempat. Tahap pelepasanm dan pelarutan zat aktif merupakan tahap penentu pada proses penyerapan zat aktif baik dalam hal jumlah yang diserap maupun jumlah penyerapannya.
SIFAT FISIKA-KIMIA OBAT YANG MEMPENGARUHI L.D.A
1.      Faktor fisikokimia
a.       Faktor fisika
·         Ukuran partikel :Penurunan ukuran partikel dapat mempengaruhi laju absorbsi dan kelarutannya.
·         Bentuk kristal dan amorf : Bentuk amorf tidak mempunyai struktur tertentu, terdapat ketidakteraturan dalam tiga dimensinya. Secara umum, amorf lebih mudah larut daripada bentuk kristalnya. Dan bentuk kristal umumnya lebih sukar larut dari pada bentuk amorfnya.
·         Pengaruh polimorfisme : Fenomena polimorfisme terjadi jika suatu zat menghablur dalam berbagai bentuk Kristal yang berbeda, akibat suhu, teakanan, dan kondisi penyimpanan.
·         Solvat dan hidrat : Sewaktu pembentukan Kristal, cairan-pelarut dapat membentuk ikatan stabil dengan obat, disebut solvat. Jika pelarutnya adalah air, ikatan ini disebut hidrat. Bentuk hidrat memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan bentuk anhidrat, terutama kecepatan disolusi.
b.      Faktor kimia
Pengaruh pembentukan garam  : untuk mengubah senyawa asam dan basa yang sukar larut dalam air sehingga mempengaruhi laju kelarutannya. Pengaruh pembentukan ester : menghambat atau memperpanjang aksi zat aktif
2.      Faktor fisiologi
a.       Permukaan penyerap
Lambung tidak mempunyai permukaan penyerap yang berarti dibandingkan dengan usus halus. Namun mukosa lambung dapat menyerap obat yang diberikan peroral dan tergantung pada keadaan, lama kontak menentukan terjadinya penyerapan pasfi dari zat aktif lipofil dan bentuk tak terionkan pada PH lambung yang asam.Penyerapan pasif dapat terjadi pada usus halus secara kuat pada daerah tertentu tanpa mengabaikan peranan PH yang akan mengionisasi zat aktif atau menyebabkan pengendapan sehingga penyerapan hanya terjadi pada daerah tertentu.
Suatu alkaloida yang larut dan terionkan dalam cairan lambung, secara teori kurang diserap. Bila PH menjadi netral atau alkali, bentuk basanya akan mengendap pada PH 5,5. Bentuk basa tersebut kadang-kadang sangat tidak larut untuk dapat diserap dalam jumlah yang cukup . Oleh sebab itu harus dirancang suatu sediaan dengan pelepasan dan pelarutan zat aktif yang cepat.
b.      Umur
Saluran cerna pada bayi yang baru lahir bersifat sangat permeabel dibandingkan bayi yang berumur beberapa bulan . Pada bayi dan anak-anak, sebagian sistem enzimatik belum berfungsi sempurna sehingga dapat terjadi dosis lebih pada zat aktif tertentu yang disebabkan tidak sempurnyanya proses detiksifikasi metabolik, atau karena penyerapan yang tidak sempurna dan karena gangguan saluran cerna.

c.       Sifat membran biologik
Sifat membran biologik sel-sel penyerap pada mukosa pencernaan akan mempengaruhi proses penyerapan. Sifat utama lipida memungkinkan terjadinya difusi pasif zat aktif dengan sifat lipofil tertentu dari bentuk yang terinkan di lambung dan terutama di usus besar.
3.      Faktor Patologi
a.       Faktor penghambat dan penurunan efek obat :
·      Gangguan penyerapan di saluran cerna, karena adanya perubahan transit getah lambung dan keadaan mukosa usus.
·      Penurunan absorbsi parenteral karena penurunan laju aliran darah.
·      Peningkatan eliminasi zat aktif melalui ginjal , karena alkalosis atau asidosis.
b.      Faktor penghambat dan peningkat efek obat
·      Peningkatan penyerapan karena terjadi kerusakan membranpada tempat kontak
·      Insufisiensi hati
·      Insufisiensi ginjal
·      Gangguan pada sistem endokrin berakibat pada penekanan laju reaksi  biotransformasi

DAFTAR PUSTAKA
·         Ansel, H. C. (1985). Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Fourth  Edition. New york: Lea & Febiger.
·         Shargel, L. & Andrew B.C.YU. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press. Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar